Media Penyiaran VS Manusia

Image by :https://didinofendra.wordpress.com/2015/10/22/media-konvensional-akan-mati/
Oleh Abdul Raufian Rizkiansyah
Media penyiaran dan manusia merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan, manusia membutuhkan informasi dari media penyiaran dan media penyiaran membutuhkan manusia sebagai objek informasi, maka dari itu ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan seperti dua muka koin yang bersatu namun memiliki perbedaan yang sangat kentaran. Agar nikmat di dengar dan dibaca kita simpulkan bahwa, manusia merupakan Audience dan media massa adalah media berupa TV dan Radio
Dewasa ini media penyiaran telah kembali menjadi sebuah media yang berhasil mengambil perhatian audience sebagai penyuntik informasi. Audience pun mengambil informasi dengan mudah dan menelannya mentah-mentah. Ini lah pengaruh yang sangat luar biasa bagi media penyiaran, salah satu media penyiaran adalah radio, pengaruh radio sangat lah besar pengaruhnya, seprti halnya Morissan, M.A mengatakan “Peran radio sebagai media massa semakin besar dan mulai menunjukkan kekuatannya dalam mempengaruhi masyarakat. Pada tahun 1938, masyarakat Manhattan, New Jersey, Amerika Serikat panik dan geger serta banyak yang mengungsi ke luar kota ketika stasiun radio CBS menayangkan drama radio yang menceritakan mahluk luar angkasa menyerang bumi.”[1] Hal ini menunjukan pengaruh yang sangat besar terhadap radio sebagai media massa. Pengaruh yang sangat besar juga diperlihatkan oleh televisi sampai saat ini televisi menjadi media massa yang paling lama bertahan karena menayangkan berupa audio visual.
Dalam hal ini media penyiaran digambarkan sebagai monster yang dapat melahap audience dengan sangat perlahan, namun sebenarnya masyarakat dapat mengontrol agar tidak termakan oleh media massa secara bulat-bulat, seperti halnya S-R Theory (stimulus-respond) yang sering banyak dijuluki  teori jarum hipodermik atau teori peluru. Morissan M.A dalam tulisannya menjelaskan sebagai berikut :
Teori S-R ini memiliki banyak “julukan” seperti teori jarum hipodermik atau teori peluru. Disebut demikian, karena teori ini meyakinkan bahwa kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikan obat yang bisa langsung masuk kedalam jiwa penerima pesan. Singkatnya, menurut teori ini media massa amat perkasa dalam mempengaruhi penerimaan pesan[2] 
            Seiring waktu berjalan, kita sebagai manusia penikmat media penyiaran yang bisa disebut dengan sebuatn audience ternyata masih memiliki kesadaran untuk mengontrol untuk mengkonsumsi media penyiaran, jadi kita sebenarnya bukan manusia yang dianggap pasif, sesungguhnya manusia sudah dikaruniai akal dan fikiran ditambah dengan rasa nafsu. Namun semua itu bisa dikendalikan oleh kita sendiri, pada intinya teori S-R sudah banyak yang mematahkan, karena audience dianggap sebagai penerima pesan yang pasif dan menerimanya bulat-bulat atau secara pasrah. Seperti halnya monster yang dapat memakan kita tanpa perlawanan sama sekali, namun hal itu tidak mungkin terjadi karena kita sudah dilengkapi respond kejut, atau spontan untuk kaget, berpaling dan mencari hal lain yang sesuai dengan keinginan kita. Dari sini kita melihat bahwa semakin berkembangnya zaman kita sebagai manusia pun selalu memiliki perkembangan dalam hal berpikir maka dari itu muncul lah sebuah gagasan baru dan teori-teori baru yang menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang ada.
            Kesadaran dari setiap peribadi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam menjalani perkembangan zaman, bisa kapan pun media penyiaran dapat mempengaruhi setiap masyarakat dalam berprilaku, karena perilaku dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, apa yang kita tonton/dengar, apa yang kita baca itu juga mempengaruhi cara berperilaku kita seperti halnya yang di katakana oleh Louis Alvan Day. “We are what we read/view”.[3] Karenanya kita harus mengontol untuk mengkonsumsi media dan media penyiaran pun harus mampu mengontrol juga supaya tidak ada hal-hal yang tidak bermolar malah ditayangkan. Kesadaran tersebut harus lah di ketahui sejak dini, terutama pengetahuan melek media atau bisa disebut literasi media harus ditanamkan kepada setiap masyarakat agar mampu mengontrol media penyiaran yang menayangkan program tidak mendidik sama sekali, apa lagi sampai merusak tumbuh kembang anak, yang harusnya mereka bersenang-senang dengan dunianya malah diberikan dunia yang selalu dibuat gelisah.
            Kecerdasaan masyarakat sebagai audience lah yang dapat merubah konten yang ada di media penyiara, karena media penyiaran merupakan media yang memiliki sasaran penonton, mulai dari kesenangan, umur, pekerjaan, dan tingkatan pendidikan, media penyiaran memiliki hal tersebut untuk membuat dirinya semakin kokoh. Jika ingin adanya reformasi konten mendidik pada media penyiaran, harus mulai dari manusiannya atau masyarakat lah yang terlebih dahulu mereformasikan kebiasaan, perilaku dan pola piker seperi masyarakat yang maju.
             


Daftar Pustaka
Morissan, Manajement Media Penyiaran: Strategi Mengelolah Radio & Televisi, edisi revisi, cet
 ke 3, Jakarta: Kencana, 2011.
Mufid, Muhamad, Etika dan Filsafat Komunikasi, cet ke 3, Jakarta: Kencana, 2012



[1] Morissan. Manajement Media Penyiaran Strategi Mengelolah Radio & Televisi, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2011), P.3.
[2] Morissan. Manajement Media Penyiaran Strategi Mengelolah Radio & Televisi, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2011), P.13.
[3] Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2012), P.255. 

Comments

Postingan Populer

Teknik Penulisan Soft News atau Feature