Kalimat Pamungkas Orang Tua : “Anak Durhaka”
Kisah Teladan dan Ajaran Islam: Kisah Anak Durhaka Kepada Orang Tua (kisahimuslim.blogspot.com)
Kata durhaka selalu disematkan
kepada anak yang melawan orang tua. Namun melawan bukan berarti tidak baik atau
selalu buruk penilaiannya, ada juga hal yang “melawan” merupakan sebuah
kebaikan dan malah tepat untuk dilakukan oleh anak yang memiliki perbedaan
pendapat.
Perbedaan pendapat antara anak
dan orang tua memang sering terjadi terutama beberapa kawan yang pernah
bercerita terkait hal ini, pada intinya dalam keluarga pasti ada perbedaan
pendapat dan itu adalah hal yang wajar bagi orang-orang yang memiliki pemikiran
dan prinsip yang berbeda, karena tuhan pun memberikan akal pikiran kepada
manusia untuk berfikir dan mengenal dalam sebuah perbedaan.
Merujuku dari hal tersebut seharusnya
masing-masing insan mengerti akan hal tersebut dan menjadikan patokan dalam
berkehidupan dalam bersosial dalam keluarga atau pun dengan orang di luar
keluarga. Namun lucunya “orang tua” selalu memiliki kalimat pamungkas jika anak
tidak menuruti perintah atau omongannya, yaitu “dasar anak durhaka kamu” atau “diam,
kamu harus nurut dan jangan pernah membangkang,” dan lain sebagainnya, apakah
ada kata-kata tersebut ? saya tidak mau menjawab, tapi mungkin teman-teman juga
pernah merasakan hal tersebut atau pernah mendengar cerita dari Sebagian teman-temannya.
Bisanya orang tua yang bilang
seperti itu merupakan orang tua yang terdoktrin oleh kisah Maling Kundang, atau
prilaku orang tua jaman dulu. Di mana dalam kisah tersebut ada seorang laki-laki
yang tidak mengakui seorang ibu Ketika sudah sukses dan memiliki istri yang cantik
jelita, karena dianggap bahwa ibunya sudah tidak ada atau meninggal.
Tapi apakah kisah itu akan terus-terus
di doktrin ke anak-anak jaman sekarang yang notabene sudah memiliki pemikiran
yang luar dan apa-apa serba mudah ini, tentunya anak jaman sekarang memiliki
cara tersendiri dalam memilih kehidupannya masing-masing. Justru dengan adanya
pengarahan orang tua yang menuntut untuk ini dan itu yang berrefrensikan dari orang
tua jaman dulu malah akan memunculkan perdebatan yang panjang dan akhirnya
berujung kata pamungkas.
Tapi perlu digaris bawahi, kebudayaan
jaman dahulu yang menurut kita baik dan bagus untuk dilakukan sampai saat ini
yaa tentu saja silahkan lakukan, namun jika memang kebudayaan tersebut memang
tidak cocok atau dianggap berlebihan ya tidak apa-apa untuk di filter, namun
ini lagi-lagi pilihan ya, karena ada yang manut beneran, manut di depan orang
tua terus di belakang menggerutu dan ada pulang yang bener-bener tidak mau.
Saya ambil kisah saja dari teman
seperjuangan yang lebih memilih menikah dengan hanya Akad saja tanpa ada resepsi
dan itu mendapatkan penolakan dari orang tuannya sendiri dan mertuanya karena
dianggap seperti menikah orang-orang yang “kecelakaan” atau hamil diluar nikah.
Padahal yang dia pikirkan sangat luar biasa. Kenapa? karena dia tidak mau
menghambur-hamburkan uang hanya untuk satu hari, dan dia lebih melihat lebih
baik buat membeli rumah agar kehidupan kedepannya tidak susah.
Apalagi jika dipaksakan dan ujung-ujungnya
malah terlilit hutang yang berkepanjangan untuk menutupi gengsi karena pesta
yang megah melapaui kemampuan financial. Ya menang ada instilah amplop dari para
tamu undangan, namun apakah bisa amplop tersebut menutupi hutang pesta? Jika tidak
bisa menutupi seperti apa?. Bukannya hidup Bahagia malah jadi hidup kesusahan
diawal-awal pernikahan.
Tapi buat orang yang ingin
melakukan pesta pernikahan itu sih Kembali kependiriannya masing-masing, seperti
halnya teman saya ini dia tidak mau memaksakan. Itu yang saya rekam dalam kasus
pernikahan. Kemudian apakah ada lagi?
Ya, tentu banyak sekali seperti
anak yang tidak mau jadi Polisi lalu orang tuannya maksa, namun Ketika anaknya
sudah jadi polisi malah jadi gila dan barulah orang tua menyesal karena memaksakan
hal tersebut kepada anaknya. Kemudian ada anak yang lebih suka menggambar dari
pada les matematika dipaksakan sehingga anaknya jadi sering bolos dan
menghambur-hamburkan uang orang tuanya sendiri, dan banyak kasus lainnya
Justru seharusnya siapapun yang ingin
menjadi orang tua dan memiliki anak, jangan semua disamakan dengan apa yang
telah orang tua lewati atau istilah yang sering didengar adalah “mamah mah dulu
gini loh” atau “dulu mamah seumuran kamu tuh udah ini…” dan kalimat
perbandingan lainnya teradap orang tua yang dulu dengan anaknya yang sekarang.
Anak jaman sekarang ya tentu saja
pemikirannya lebih cepat, tidak seperti anak jaman dulu yang tidak memilik
akses internet yang super-duper gampang dijaman sekarang ini, sehingga pertukaran
informasi,, budaya dan keinginan anak-anak berubah mengikuti apa yang menarik
buat anaknya.
Jadi intinya berikan anak ruang
untuk berpendapat dan melakukan apa yang diinginkan tanpa adanya kekangan atau Batasan
dari orang tua terhadap anak, apa lagi sampe mengeluarkan kalimat pamungkas
yang selalu orang tua gunakan, “dasar anak durhaka.” Justru dengan kata-kata
tersebut tidak memberikan perkembangan apa-apa terhadap kehidupan anaknya,
karena anak bukanlah alat balas denda untuk mewujudkan cita-cita orang tua yang
tidak terwujud. Jadilah orang tua yang bijak dan mengetahui apa yang diinginkan
oleh anaknya dengan selalu bertanya kepada anaknya apa yang diinginkan sebenarnya.
Comments
Post a Comment