Jebakan Investasi Bodong Menjerat Masyarakat Indonesia
Investasi merupakan sebuah kegiatan untuk menanamkan modal yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, namun investasi pun tidak sembarangan investasi tapi ada cara dan proses pemahamaan yang mempuni agar dapat meminimalisir resiko yang terjadi ketika melakukan investasi, terutama investasi saham di pasar modal.
Namun apa bila sang
investor (penanam modal) tidak memiliki pengetahuan yang mempuni atas apa yang
diinvestasikannya tentu akan berbuah kerugian, maka tidak heran jika akhir-akhir
ini maraknya investasi bodong yang membuat investor harus merelakan uangnya hilang
tidak tahu kemana. Maka dari itu dibutuhkan pengetahuan terkait seluk-beluk investasi
yang baik dan benar, apa lagi pada masa ini investor di pasar modal meningkat
pesat.
Mengambil data Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) dalam situs https://databoks.katadata.co.id/ dijelaskan
bahwa ada peningkatan jumlah investor pada bulan November 2021 mencapai 7,15
Juta investor. Jumlah ini naik 84,28% dibandingkan periode tahun 2020 yang
sebanyak 3,88 juta Investor.
Mayoritas investor pasar
modal berada di pulau Jawa yakni sebanyak 69,87% dari total investor tanah air.
Sisanya, investor pasar modal berasal dari Sumatera sebanyak 16,53%, Kalimantan
(5,39%), Sulawesi (3,93%), Bali Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (3,33%), dan Maluku Papua (0,95%).
Dari segi usia, jumlah
investor pasar modal didominasi oleh milenial alias berusia 30 tahun ke bawah.
Persentasenya mencapai 59,81%. Investor pasar modal terbanyak berikutnya
berasal dari usia 31-40 tahun sebanyak 21,48%. Lalu, investor pasar modal pada
kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 10,51%. Sebanyak 5,23% investor pasar modal
berasal dari usia 51-60 tahun. Sisanya yakni 2,97% investor pasar modal berasal
dari usia 60 tahun ke atas.
Dari sisi jenis kelamin,
mayoritas investor pasar modal adalah laki-laki yakni 62,45%. Sisanya, 37,55%
adalah perempuan. Adapun selama empat tahun terakhir jumlah investor pasar
modal tercatat terus bertambah. Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI)
Inarno Djajadi mengungkapkan, pertumbuhan jumlah investor di tanah air terjadi
karena pemerataan infrastruktur dan transformasi teknologi seperti, fasilitas
pembukaan Rekening Dana Nasabah (RDN) dengan prosses yang lebih cepat dan mudah
melalui perangkat yang terkoneksi internet.
Perkembangaan ini juga
tidak terlepas akibat masa pandemi yang membuat tiap masyarakat Indonesia memiliki
cukup waktu untuk melakukan terobosan baru dalam menambah pundi-pundi penghasiln,
namun tidak semuanya berjalan mulus tapi tentu ada saja yang memanfaatkan
situasi seperti ini untuk merugikan sebagaian masyarakat yang tidak memiliki
pengetahuan investasi melalui iming-iming yang menggirukan investor dan menguras
habis uang mereka hingga triliunan rupiah.
Seperti halnya treding
saham di Binary Option yang akhir-akhir ini tengah viral dan diperbincangkan di
mana-mana, Platform ini disebut melakukan judi online yang berkedok treding
saham, tidak sedikit juga yang terkena jeratan aplikasi ini karena menggaet
influencer dan selebgram untuk meyakinkan para trader untuk memainkan platform
ini dengan cara mempertontonkan hasil dari treding saham di Binary Option
seperti membeli mobil mewah, rumah mewah dan barang-barang yang serba mewah
sehingga semua orang gelap mata dan ingin mengikuti jejak para influencer
tersebut.
Dengan strategi itu masyarakat
Indonesia akhirnya ikut dan terjerumus oleh aplikasi tersebut uang mereka
hilang dari jutaan hingga ratusan juta rupiah, dan akhirnya persoalaan ini menguap
dan pemerintah pun mengambil perannya dan menyebut aplikasi tersebut merupakan
aplikasi illegal dan tidak dapat izin resmi dari pemeritah
Kejadian ini seharusnya
menjadikan pelajaran bagi kita untuk meningkatkan pengetahuan terkait investasi,
pasar modal dan literasi keuangan secara keseluruhan agar tidak terjerat dengan
investasi bodong seperti yang di atas.
Gambar : https://www.suara.com/bisnis/2022/02/02/194050/binary-option-adalah-trading-ilegal-ini-alasan-pelarangannya
Comments
Post a Comment