Omnibus law disahkan Lalu untungnya apa ?

Gambar: Suara.com

Jalanannya kembali macet di beberapa daerah, terutama di Cikande untuk wilayah tangerang mungkin Mall Tangcity jadi tempat aksi, kebetulan dekat dengan kantor saya. Oke, apa sih yang dibicirakan dan apa yang di tuntut.

Jujur saya bukan atau memang tidak ngudeng dengan hal ini, sehingga muncul banyak penolakan yang digaungkan oleh masa pendemo, baik lah saya akui bahwa saya apatis terhadap hal seperti ini, tidak sekali dua kali sih hal seperti ini saya hiraukan.

Tapi istri saya, saat pulang kerja bilang “DPR Ga punya otak”. Istri saya terhitung apatis juga tapi akhirnya dia memperdulikan hak tersebut, kemudian saya ngobrol saat makan siang mengenai hal yang terjadi diluar sana.

Akhirnya saya pun menuliskan hal ini atas kepeduliannya (istri), mulai dari apaan sih Omnibus law iya intinya sih itu, yang harus digaris bawahi adalah buruh kerja, inget yaa buruh kerja itu bukan hanya buruh pabrik tapi memang orang kantoran juga adalah buruh, artinya saya buruh?  Ya saya akui, saya adalah buruh kontrak yang bekerja sampai waktu tertentu sesuai dengan perjanjian kontraknya.

Tujuan adanya omnibus law ini sebenarnya untuk menyerderhnakan UU yang sudah ada, tujuannya mungkin bagus, tapi efeknya yang tidak baik, terutama bagi buruh, ada beberpa point mungkin yang menjadi masyarakat dari setiap kalangan turun kejalan dan meneriaki DPR RI “DPR GOBLOK” dan beberapa cuplikan buruh yang sedang bekerja turut di seret oleh masa aksi untuk ikut menyuarakan tidak setujuhnya atas pengesahan Omnibus Law Cipta kerja

Mengutip dari laman berita (https://www.suara.com/) mengenai ponit-ponit yang buat masyarakat geleng-geleng kepala yaitu:

 Terkait upah minimum


dalam pasal 88C draft RUU berbunyi, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum tersebut merupakan minimum provinsi. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2005, penetapan upah dilakukan di provinsi serta kabupaten/kota/ Sehingga menetapkan UMP sebagai satu-satunya acuan besar nilai gaji.

 Memangkas pesangon


Pemerintah akan memangkas pesangon yang diwajibkan pengusaha jika melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Nilai pesangon bagi pekerja turun karena pemerintah mengganggap aturan yang ada pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak implementatif.

Penghapusan izin atau cuti khusus

RUU Cipta kerja mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Penghapusan izin atau cuti khusus antara lain untuk cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia

Outsourcing semakin tidak jelas

Omnibus law membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas karena menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja outsourcing. Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung

Memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja tanpa batas waktu

Omnibus law cipta kerja akan memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja atau buruh tanpa batas waktu. RUU Cipta Kerja ini menghapus ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWT hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. 


5 ponit ini lah yang membuat masyarakt tidak setujuh, lalu disahkannya Omnibus law ini siapa sih pihak yang diuntungkan, Masyarkat sudah pasti tidak mungkin, DPR RI? Pemerintah RI atau malah pengusaha?

DPR RI dan Pemerintah RI menurut saya mungkin merugi juga spertinya sih itu. Terutama kepercayaan atas masyarakat yang mungkin akan menurun kepada setiap sektor yang mendukung disahkannya aturan tersebut.

Jika DPR RI dan Pemerintah RI merugi, tentu yang diuntungkan adalah pengusaha dan investor, wah-wah asik nih kalo misalkan saya bisa menjadi investor(mimpi) soalnya sangat diutungkan sekali.
Yasudah lah siapaun yang diuntungkan memang seperti itu lah kekejaman dunia apalagi buat penguasa, ah sudah lah biarkan berlalu aja, terimakasih juga buat yang sudah turun kejalan dan menjalankan aksi dari kemarin samapi hari ini. Semoga DPR RI dan Pemerintah RI menyadari suara rakyatnya. Hidup demokrasi! Maju Indonesia!

Comments

Postingan Populer

Teknik Penulisan Soft News atau Feature